Laman

Kamis, 23 Juni 2011

ANTARA SUMATERA DAN ANDALAS


 ANTARA SUMATERA DAN ANDALAS

 Oleh:  Pratama Arief


 
Nama asli Sumatera, sebagaimana tercatat dalam sumber-sumber sejarah dan cerita-cerita rakyat, adalah “Pulau Emas”. Istilah pulau ameh (bahasa Minangkabau, berarti pulau emas) kita jumpai dalam cerita Cindur Mata dari Minangkabau. Dalam cerita rakyat Lampung tercantum nama tanoh mas untuk menyebut pulau Sumatera. Seorang musafir dari Cina yang bernama I-tsing (634-713), yang bertahun-tahun menetap di Sriwijaya (Palembang sekarang) pada abad ke-7, menyebut Sumatera dengan nama chin-chou yang berarti “negeri emas”.

Dalam berbagai prasasti, Sumatera disebut dengan nama Sansekerta: Suwarnadwipa (“pulau emas”) atau Suwarnabhumi (“tanah emas”). Nama-nama ini sudah dipakai dalam naskah-naskah India sebelum Masehi. Naskah Buddha yang termasuk paling tua, Kitab Jataka, menceritakan pelaut-pelaut India menyeberangi Teluk Benggala ke Suwarnabhumi. Dalam cerita Ramayana dikisahkan pencarian Dewi Sinta, istri Rama yang diculik Ravana, sampai ke Suwarnadwipa.


 

Para musafir Arab menyebut Sumatera dengan nama Serendib (tepatnya: Suwarandib), transliterasi dari nama Suwarnadwipa. Abu Raihan Al-Biruni, ahli geografi Persia yang mengunjungi Sriwijaya tahun 1030, mengatakan bahwa negeri Sriwijaya terletak di pulau Suwarandib. Namun ada juga orang yang mengidentifikasi Serendib dengan Srilangka, yang tidak pernah disebut Suwarnadwipa.

Lalu dari manakah gerangan nama “Sumatera” yang kini umum digunakan baik secara nasional maupun oleh dunia internasional? Ternyata nama Sumatera berasal dari nama Samudera, kerajaan di Aceh pada abad ke-13 dan ke-14. Para musafir Eropa sejak abad ke-15 menggunakan nama kerajaan itu untuk menyebut seluruh pulau.

Peralihan Samudera (nama kerajaan) menjadi Sumatera (nama pulau) menarik untuk ditelusuri. Odorico da Pardenone dalam kisah pelayarannya tahun 1318 menyebutkan bahwa dia berlayar ke timur dari Koromandel, India, selama 20 hari, lalu sampai di kerajaan Sumoltra. Ibnu Bathutah bercerita dalam kitab Rihlah ila l-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) bahwa pada tahun 1345 dia singgah di kerajaan Samatrah. Pada abad berikutnya, nama negeri atau kerajaan di Aceh itu diambil alih oleh musafir-musafir lain untuk menyebutkan seluruh pulau.

Pada tahun 1490 Ibnu Majid membuat peta daerah sekitar Samudera Hindia dan di sana tertulis pulau Samatrah. Peta Ibnu Majid ini disalin oleh Roteiro tahun 1498 dan muncullah nama Camatarra. Peta buatan Amerigo Vespucci tahun 1501 mencantumkan nama Samatara, sedangkan peta Masser tahun 1506 memunculkan nama Samatra. Ruy d’Araujo tahun 1510 menyebut pulau itu Camatra, dan Alfonso Albuquerque tahun 1512 menuliskannya Camatora. Antonio Pigafetta tahun 1521 memakai nama yang agak ‘benar’: Somatra. Tetapi sangat banyak catatan musafir lain yang lebih ‘kacau’ menuliskannya: Samoterra, Samotra, Sumotra, bahkan Zamatra dan Zamatora.

Catatan-catatan orang Belanda dan Inggris, sejak Jan Huygen van Linschoten dan Sir Francis Drake abad ke-16, selalu konsisten dalam penulisan Sumatra. Bentuk inilah yang menjadi baku, dan kemudian disesuaikan dengan lidah kita: Sumatera



BAGAIMANA DENGAN JULUKAN ANDALAS...?
 
Pulau Sumatra memiliki sebuah pohon yang sekarang sudah sangat sulit untuk ditemukan,
yaitu pohon andalas. Pohon Andalas merupakan tanaman khas Sumatera Barat.
Pohon dengan nama latin Morus macroura ini ditetapkan menjadi flora identitas
bagi provinsi Sumatera Barat.


Klasifikasi ilmiah:
Kingdom : Plantae;
Subkingdom : Tracheobionta;
Super Divisi : Spermatophyta;
Divisi : Magnoliophyta;
Kelas : Magnoliopsida;
Sub Kelas : Dilleniidae;
Ordo : Urticales;
Family : Moraceae;
Genus : Morus;
Spesies : Morus macroura Miq.
Kerabat Dekat Murbai

Nama umum
Indonesia: Andalas, kertau
Inggris: Himalayan Mulberry




 
 

Pohon Andalas masih berkerabat dekat dengan pohon Murbei (Morus alba) yang biasa digunakan sebagai pakan ulat sutra (Bombyx mori).
Tanaman yang disebut sebagai Himalayan Mulberry atau Sumatra Mulberry ini dalam bahasa daerah sering dinamai juga sebagai Kertau, Hole Tanduk, dan Andaleh. Sedangkan dalam bahasa ilmiah pohon yang menjadi maskot (flora identitas) Sumatera Barat ini dinamakan
Morus macroura yang bersinonim dengan Morus laevigata.

Ditetapkannya pohon Andalas sebagai flora identitas Sumatera Barat bahkan sebagai nama ataupun gelar salah satu pulau terbesar di Indonesia mungkin tidak terlepas dari pemanfaatan kayu Andalas sebagai bahan pembangunan rumah-rumah pada dahulunya, terutama rumah gadang yaitu rumah adat di daerah Minangkabau.

Sayangnya pohon ini mulai langka dan sulit ditemukan. Bahkan untuk memperoleh kayunya
seringkali memerlukan perjalanan berhari-hari menuju lokasinya di
tengah hutan lebat
.
                                                                            Pohonnya

 
 
                                                                          Buahnya



                                                                        Bunganya


Buah dan daun pohon Andalas yang menyerupai MurbeiDiskripsi Pohon Andalas. Pohon Andalas mempunyai tinggi sekitar 40 meter dengan diameter batang mencapai 1 meter. Bentuk daun mirip daun murbai (Morus alba), seperti jantung namun permukaan daunnya sedikit kasar karena berbulu. Bagian tepi daunnya bergerigi. Tangkai daun maupun cabang Andalas juga berbulu, bulu-bulu tersebut bisa menyebabkan gatal-gatal pada kulit yang peka.

Buah Andalas pun mirip dengan buah murbai. Buahnya berbentuk majemuk, menggerombol berwarna hijau jika masih muda dan menjadi ungu kemerahan bila telah masak. Buahnya berair dan dapat dimakan dengan rasa asam-asam manis. Perbanyakan pohon ini bisa dengan cara stek. Pohon Andalas (Morus macroura) tumbuh tersebar mulai dari India, China bagian selatan, Kamboja, Thailand, dan Indonesia. Di Indonesia tanaman ini hanya bisa ditemukan di Sumatera dan Jawa bagian barat.  Habitat pohon Andalas terdapat di hutan-hutan dataran tinggi dengan
curah hujan yang cukup banyak pada ketinggian antara 900-2.500 meter dpl.

Pohon yang ditetapkan sebagai tanaman khas (flora identitas) provinsi Sumatera barat ini terkenal sebagai kyu yang kuat, tahan serangga dan tidak mudah lekang oleh panas maupun lapuk oleh hujan. Oleh karenanya kayu Andalas sering dimanfaatkan sebagai bahan bangunan untuk rumah baik sebagai tiang, balok landasan rumah, papan dinding, maupun lantai. Selain itu kayunya juga kerap kali dipergunakan untuk pembuatan perabot rumah tangga.



 
               Rumah Gadang yang bahannya terbuat dari pohon Andalas

 

 

 


Meskipun tidak termasuk dalam ‘daftar merah’ (red list) IUCN, tetapi di Indonesia (baik di Jawa maupun di Sumatera), tanaman ini mulai langka dan sulit ditemukan. Tentunya kita tidak menginginkan sebuah maskot provinsi Sumatra Barat ini akan menjadi punah. oleh sebab itu apabila pohon ini semakin habis di manfaatkan tanpa dibudidayakan lebih lanjut, karena dari waktu ke waktu anak cucu kita tidak dapat lagi melihat pohon yang menjadi simbol dan julukan bagi pulau sumatra. Mari kita sama-sama lestarikan pohon ini.


sumber : kaskus.us